Rabu, 20 Oktober 2010

Ketahanan Tanaman Terhadap Serangga

Resistensi Kacang Tanah Arachis sp Terhadap Tobacco Armyworm Spodoptera litura (Fab.) 
Oleh : Kadis Mujiono

Ketahanan kacang tanah Arachis sp terhadap S litura  dikendalikan oleh mekanisme ketahanan antibiosis. Kacang tanah mengandung flavonoids compound yaitu quercetin, chlorogenic acid dan rutin yang menyebabkan abnormalitas dan kematian pada larva S litura  Quercetin, chlorogenic acid dan rutin dapat menyebabkan kematian dan abnormalitas pada S.litura, baik sebagai single component maupun secara bersama-sama.


I.     PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman polong-polongan atau legum dari famili Fabaceae, kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Kacang tanah merupakan sejenis tanaman tropika. Tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm (1 hingga 1½ kaki) dan mengeluarkan daun-daun kecil. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan tepatnya adalah Brazillia. namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Masuknya kacang tanah ke Indonesia pada abad ke-17 diperkirakan karena dibawa oleh pedagang-pedagang Spanyol, Cina, atau Portugis sewaktu melakukan pelayarannya dari Meksiko ke Maluku setelah tahun 1597 (Dhika, 2010).
Produktivitas kacang tanah (polong berkulit) di dunia adalah sekitar 1,31 t / ha. Di Amerika Serikat, di mana sebagian besar budidaya secara komersial, hasil rata-rata 2,63 t / ha. Sekitar 70% dari tanah di dunia ini diproduksi di daerah tropis semi arid (Nigam And Lenne, 1996). Republik Rakyat Cina dan India kini merupakan penghasil kacang tanah terbesar dunia (Dhika, 2010). Di Indonesia, sentra produksi kacang tanah adalah Jawa Timur dengan total produksi sekitar 68,7% (487.800 t) dari total produksi kacang tanah nasional dengan  luar area tanam sekitar 27% (176.800 ha) dari luas total luas tanam nasional (Taufiq, 2007). Produksi di Indonesia 0,7 - 1 juta ton setiap tahunnya, masih mengimpor >150 ribu ton atau senilai USD 50 juta (Rachmadi,2009).
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kacang tanah ialah adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).   Spodoptera litura (Fab.) merupakan hama utama pada kacang tanah. Hama ini bersifat polyphag , reproduksi tinggi , penyebaran sangat luas: Asia, north africa to japan, australia and new Zealand. Pada kacang tanah, S.litura  menyerang polong di dalam tanah dan daun (feakin, 1973). Larva instar dua dan tiga masuk kedalam tanah dan menyerang polong. Potensi kehilangan hasil dari serangan S.litura lebih dari 71% (Mallikarjuna, 2002). Kehilangan hasil tidak hanya dari kerusakan polong, kerusakan pada daun juga sangat merugikan petani, mengingat daun segar  kkacang tanah sering digunakan sebagai pakan ternak.
Menurut Senguttuvan dan Sujatha (2000), dengan menggunakan varietas resisten dan dipadukan dengan metode manajemen pengelolaan hama penyakit terpadu, petani di India telah meningkatkan produksi kacang tanah dan memproduksi makanan dan pakan ternak yang bebas dari kimia.
Perkembangan serangga hama tidak hanya ditentukan oleh jenis inangnya, tetapi juga oleh kandungan nutrisi yang terdapat pada tanaman inang. Pemberian dosis pupuk nitrogen (N) untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dapat berpengaruh terhadap perkembangan S. litura dan hama lainnya (Hartati, 2010). Beberapa Spesies liar (wild spesies) kacang tanah telah diketahui memiliki ketahanan terhadap lepidoptera. Spesies kacang tanah resisten terhadap S litura  antara lain Arachis kempff-mercadoi , A. paraguariensis, A. appresipila,  A. chacoensis (Mallikarjuna. et al., 2002). A. cardenasii, A. ipaensis, A. paraguariensis, and A. appressipila menunjukkan resistennsi terhadap pemakan daun dan memiliki efek antibiosis terhadap S. litura pada kondisi non choice (Sharma. H.C. et al., 2003).
Mekanisme ketahanan kacang tanah terhadap S. litura diduga dikendalikan oleh mekanisme antibiosis. Kacang tanah menghasilkan beberapa senyawa flavonoid yaitu Chlorogenic acid, Quercetin dan Rutin (Mallikarjuna, 2002). Ketiga senyawa tersebut memiliki efek toksik terhadap S litura, sehingga spesies kacang tanah liar tersebut dapat digunakan sebagai sumber katahanan dalam upaya menciptakan varietas resisten.   


II.              MEKANISME KETAHANAN

Sistem pertahanan tanaman merupakan proses koevolusi  yang berlangsung secara berkelanjutan. Sistem pertahanan tanaman terhadap serangga herbivore ditentukan oleh mekanisme fisik dan kimiawi. Menurut Painter (1951), ada  tiga mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangga, yaitu antixenosis (non preferent), antibiosis dan tolerant.
Varietas kacang tanah liar telah diketahui resisten terhadap S. litura. Pada kacang tanah liar ditemukan mortalitas  yang tinggi pada larva S.litura dan adanya abnormalitas perkembangan fase larva, pupa dan imago. Larva yang diberi makan daun spesies kacang tanah liar berat rata-rata larva lebih rendah atau sama dengan larva yang tidak diberi makan selama 24 jam (Stevenson et al., 1993). 
Mekanisme ketahanan kacang tanah terhadap S.litura dikendalikan oleh mekanisme antibiosis. Kacang tanah menghasilkan beberapa senyawa flavonoid yaitu Chlorogenic acid, Quercetin dan Rutin (Mallikarjuna, 2002). Chlorogenic acid dan rutin dapat menghambat perkembangan larva Lepidoptera (Sharma. et al., 2003). 
Hasil analisis menunjukkan bahwa quercetin mempunyai efek langsung sedangkan chlorogenic acid dan rutin mempunyai efek tidak langsung pada kematian larva dan menyebabkan malformasi pada stadia larva, pupa dan imago. Namun demikian, hubungan ketiga senyawa tersebut dengan mortalias larva menunnjukkan semakin tinggi semakin tinggi konsentrasi ketiga senyawa tersebut maka mortalitas larva juga meningkat.
Tabel 1. Hasil pengujian terhadap hubungan kandungan Chlorogenic acid, Quercetin dan Rutin dengan efek mortalitas larva pada beberapa spesies liar kacang tanah (Mallikarjuna, 2002)
Quercetin
(μg/ml)
Clorogenic acid
(μg/ml)
Rutin
(μg/ml)
Mortality
(%)
D2
0.48
0.4
0.22
45.5
D5
0.52
0.34
0.23
0
D7
0.47
0.26
0.24
29
D11
0.68
0.74
0.6
50
D16
0.82
0.71
0.72
62.5
D19
0.56
0.6
0.51
45.5
D21
0.56
0.57
0.45
33
D22
0.71
0.72
0.71
50
D25
0.42
0.45
0.41
0
D26
0.47
0.48
0.43
12
D34
0.43
0.34
0.33
29
D57
0.89
0.72
0.72
62.5
D69
0.36
0.37
0.32
12
D778
0.9
0.77
0.8
62.5
D85
0.85
0.81
0.82
79
D94
1.1
1.12
0.84
86.5
D96
0.5
0.38
0.12
12
D104
0.5
0.5
0.32
25
ICGS44
0.4
0.47
0.21
1
30085
1.68
1.45
1.06
71

Keberadaan chlorogenic acid, quercetin dan rutin (0.7–0.8 μg/ml) pada daun menyebabkan perkembangan larva terhambat (mortalitas larva > 60%). Resistensi kacang tanah terhadap   S.litura tidak hanya dikendalikan oleh tiga komponen flavonoid tersebut, melainkan ada multi komponen yang di duga berperan dalam resistensi. Menurut Stevenson et al. (1993), caffeoylquinic acids dan quercetin diglycosides berperan dalam resistensi kacang tanah A. paraguariensi.
Pengaruh antibiosis yang ditimbulkan tidak hanya kematian langsung pada larva, melainkan terjadi gangguan fisiologis pada stadia perkembangan larva, pupa dan imago. Gangguan fisiologis yang terjadi ialah penurunan berat, umur fase perkembangan lebih lama dan malformasi atau terjadi gangguan pada proses moulting sehingga muncul bertuk serangga yang tidak sempurna (gambar 2).
Komponen flavonoid secara tunggal juga dapat memberikan pengaruh antibiosis pada S.litura.  Dari gambar 3, gambar 4 dan gambar 5 terlihat bahwa komponen tungga dapat meningkatkan mortalitas dari larva S.litura.








Gambar 1. Spodoptera litura growth and development on interspecific derivatives from the A hypogaea x A. kempff-mercadoi. (a) Neonate larval death on leaves of interspecific derivative. (b) Abnormality moulting in larval–pupal . (c) Normal pupae. (d) Abnormal pupae. (e) Normal adult. (f) Malformed adult. (g) Malformed adult (Mallikarjuna. et al.2002).




















Gambar 2. Multiple regression analysis of quercetin against neonate mortality of Spodoptera litura in interspecific derivatives of groundnut (Mallikarjuna. et al.2002).




















Gambar 3. Multiple regression analysis of chlorogenic acid against neonate mortality of Spodoptera litura in interspecific crosses of groundnut (Mallikarjuna. et al.2002).





















Gambar . 4. Multiple regression analysis of rutin against neonate mortality of Spodoptera litura in interspecific crosses of groundnut (Mallikarjuna. et al.2002).


III.              COST AND BENEFITS

Tanaman yang memiliki ketahanan terhadap pathogen dan serangga baik konsitutif maupun indusible diyakini selalu melakukan penghematan energy baik dalam kadaan ada tekanan ataupun tidak. Pada ketahanan indusible, cost dalam hal ini energy dibutuhkan oleh tanaman untuk meng aktivasi ketahanan ketika tanaman dalam cekaman hama dan penyakit. Energy diperoleh dari alokasi sumberdaya yang terbetas dan digunakan untuk metabolism pertahanan. Selain itu, cost juga dapat timbul dari faktof eksternal ketika sifat ketahanan menimbulkan interaksi dengan organisme lain di lingkingan. Oleh sebab itu sifat ketahanan hanya bermanfaat jika energy yang dikeluarkan untuk memunculkan ketahanan tidak lebih besar dari benefit yang didapat dari ketahanan (Hulten. et al.,2005). Hal ini juga dapat dilihat apabila serangan hama sangat tinggi dan ketahanan tanaman terpatahkan maka energy yang dikeluarkan oleh tanaman tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh dari sifat ketahanan tersebut. Varietas atau spesies tanaman liar umumnya memliki ketahanan yang baik terhadap serangga tetapi secara agronomis memiliki berbagai kelemahan seperti produksi yang rendah atau anakan sedikit.
Proses pembentukan ketahanan secara alami merupakan sebuah proses evolusi adaptasi tanaman terhadap herbivora. Alokasi sumberdaya tanaman untuk ketahanan juga mengalami perkembangan sehingga memaksimalkan cost and benefit yang terkait dengan ketahanan (Ellen, et al.1987).
Sifat  ketahanan tanaman terhadap serangga memerlukan energi yang cukup besar untuk menghasilkan sumber ketahanan.
q     Energi dihabiskan untuk pertahanan tidak dapat digunakan untuk fungsi lain, seperti reproduksi dan pertumbuhan.
Model Cost  n’ Benefits Ketahanan Tanaman:
1.        Pertahanan optimal ; tanaman akan mengalokasikan lebih banyak energi terhadap pertahanan ketika manfaat pertahanan lebih besar dari pada biaya, khususnya dalam situasi di mana ada tekanan herbivora tinggi.
2.        Carbon:nutrient balance; rasio Carbon / Nitrogen menentukan metabolit sekunder  tanaman yang akan disintesis. 
3.        Growth rate; peningkatan investasi pertahanan akan meningkatkan potensi penurunan pertumbuhan. Selain itu, tanaman di daerah miskin hara, dengan tingkat pertumbuhan yang lambat, cenderung tidak memiliki dan tinggal ranting,sehingga kehilangan organ tersebut dapat menyebabkan hilangnya nutrisi penting.
4.        Growth-differentiation; Hubungan timbal balik antara pertumbuhan dan resistensi dalam hal ketersediaan unsur hara. Jika sumber daya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, senyawa karbon dipartisi ke dalam sintesis metabolit sekunder berbasis karbon (fenolat, tannin,dll). Dalam lingkungan dimana kebutuhan sumber untuk pertumbuhan terpenuhi, karbon dialokasikan untuk jaringan meristem dengan mengorbankan metabolisme sekunder (Anonim, 2010).


IV.              KESIMPULAN


1.      Ketahanan kacang tanah Arachis sp terhadap S litura  dikendalikan oleh mekanisme ketahanan antibiosis.
2.      Kacang tanah mengandung flavonoids compound yaitu quercetin, chlorogenic acid dan rutin yang menyebabkan abnormalitas dan kematian pada larva S litura.
3.      Quercetin, chlorogenic acid dan rutin dapat menyebabkan kematian dan abnormalitas pada S.litura, baik sebagai single component maupun secara bersama-sama.
4.      Ketahanan tanaman terhadap herbivora membutuhkan energi (cost-benefits) khususnya ketahanan yang diinduksi.



DAFTAR PUSTAKA


Baldwin. I.T., 1998. Jasmonate-induced responses are costly but benefit plants under attack in  native populations. Ecology.Vol. 95, pp. 8113–8118, July 1998
Ellen L. Simms and Mark D. Rausher,1987. Costs and Benefits of Plant Resistance to Herbivory. The  American Naturalist, Vol. 130, No. 4 (Oct., 1987), pp. 570-581
Hartati. S., 2010. Biologi Spodoptera Litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kedelai Dengan Dosis Pupuk Nitrogen Yang Berbeda. (Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu).
Hulten.M.V., 2005.Costs and benefits of priming for defense in Arabidopsis. Institute of     Environmental Biology, Section Phytopathology, Utrecht University, P.O. Box 800.84, 3508          TC, Utrecht, The Netherlands.
Mallikarjuna, 2004. Pioneering Pre-Breeding in Groundnut. International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics, www.icrisat.org
Mallikarjuna. et al., 2002. Influence of foliar chemical compounds on the development of Spodoptera litura (Fab.) in interspecific derivatives of groundnut. 
Nigam And Lenne, 1996. Groundnut in ICRISAT programmes. ICRISAT (International Crops Research Institute for Semi-Arid Tropics) Asia Center, Patancheru, Andhra Pradesh, India

Tidak ada komentar:

Posting Komentar